Nomor 25 di Tanggal 28
Hari ini adalah hari yang cukup melelahkan, namun penuh dengan cerita. Sebagai seorang ayah, melihat anak sakit itu seperti ujian emosi. Anak saya sedang batuk pilek, dan ingatan saya langsung melayang ke Desember tahun lalu, saat si kecil harus opname karena demam tinggi yang tak kunjung reda. Kali ini, meski situasinya lebih ringan, tetap saja ada drama yang membuat hari ini menjadi kenangan tersendiri.
Demam 3 Hari yang Bikin Cemas
Tiga hari yang lalu, tanda-tanda "badai kecil" sudah muncul. Anak saya mulai demam tanpa alasan jelas. Sebagai orang tua, tentu ini membuat saya dan istri waspada. Tapi waktu itu, kami masih mencoba menanganinya di rumah dengan kompres menggunakan "godong tawa", dan sayangnya persediaan obat penurun panas kami sedang habis. Saya tetap berangkat ke sekolah seperti biasa, meskipun pikiran saya terus memantau kondisi si kecil di rumah.
Sore harinya, kami memutuskan untuk membawanya ke dokter. Setelah diperiksa, dokter bilang ini kemungkinan besar hanya demam biasa, dan kami diberikan obat penurun panas. Alhamdulillah, tiga hari kemudian panasnya benar-benar turun. Tapi, ternyata drama belum selesai.
***
Ingus yang Tidak Mau Berhenti
Kemarin, ingus si kecil seperti "mesin produksi" yang tidak mau berhenti. Tiap menit hidungnya meler, tisu jadi kebutuhan pokok, bahkan melebihi nasi! Walaupun sore itu tetap saja dia masih ceria. "Mriksani ayam" katanya. Karena kebetulan di seberang rumah ada kandang ayam. Dia pun sempat berlarian kecil kegirangan saat melihat telur-telur yang keluar dari ayam-ayam yang ada di sana. Satu demi satu telur itu diambil dan diberikan kepada penjaga kandang. Berlarian ke sana kemari, saya hanya bisa tersenyum, sambil berusaha tetap sabar.
Melihat kondisi ini, saya dan istri akhirnya memutuskan untuk kembali ke dokter. Trauma Desember tahun lalu membuat kami tidak mau ambil risiko. Saat itu, anak kami harus opname karena demam tinggi yang tak kunjung turun. Pengalaman itu masih membekas di hati kami, terutama bagian saat anak kami harus diinfus. Bayangkan saja, waktu itu, perawat harus mencoba mencari nadinya hingga 10 kali! Setiap tusukan jarum adalah adegan horor bagi anak saya—dan juga bagi kami sebagai orang tua. Beberapa bulan sejak kejadian itu, dia jadi takut melihat orang memakai masker, karena mengira semuanya "tim jarum suntik."
***
Drama Antrian: Nomor 25
Hari ini, kami berangkat ke RSIA Ummu Hani dengan nomor antrian 25. Ya, kami dapat nomor besar karena mendaftarnya pun sore hari. Tak apa lah, yang penting anak kami bisa segera ditangani dokter.
Ruang tunggu RSIA Ummu Hani adalah tempat penuh warna. Anak-anak menangis, beberapa batuk-batuk, dan yang lain sibuk bermain. Sementara saya dan istri mencoba menghibur si kecil dengan mainan yang kami bawa. Yang dia ingat adalah gambar ular yang ada di ruangan dokter. Sesampainya di sana pun ia bergegas mengajak kami untuk masuk ke dalam ruangan dokter.
Menunggu giliran adalah seni kesabaran, terutama dengan anak kecil yang mulai bosan. Saya mengajaknya bermain ketok pintu "tok, tok, took.., Assalamu.. 'alaii... kum..." ia meneruskan. Sambil sesekali istri saya berpura pura sembunyi agar kami mencarinya bersama. Tentu saya buat agar jalannya pelan, untuk mengulur waktu.
Mungkin karena bosan dan sudah mengantuk, anak saya pun merajuk dan kami tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya dia tertidur di ruang laktasi; ya, lapar dan ngantuk jadi satu jadinya begini.
***
Bertemu Dokter: Diagnosis dan Obat
Setelah dua jam menunggu, akhirnya nomor kami dipanggil. Dokter yang ramah menyambut kami, dan anak saya sempat memeluk saya erat-erat, tanda dia masih trauma dengan pengalaman tahun lalu. Dokter mulai memeriksa sambil berbicara dengan nada lembut, membuat si kecil sedikit lebih tenang.
"Ini pilek biasa, saluran pernafasannya juga normal dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan," kata dokter. Saya dan istri langsung merasa lega. Dokter juga memberikan resep obat yang mudah diminum, dan menekankan pentingnya menjaga asupan cairan dan vitamin. Sebelum kami pergi, dokter sempat bercanda, "Hidung meler ini kayak sinetron, Pak, episodenya panjang, tapi nanti juga tamat." Saya tertawa, meski dalam hati berharap episodenya tamat lebih cepat.
Pulang dengan Perasaan Lega
Saat perjalanan pulang, saya merasa bersyukur. Meski hari ini penuh drama, setidaknya kami tahu bahwa anak kami baik-baik saja. Pengalaman tahun lalu memang meninggalkan luka, tapi hari ini memberi kami harapan bahwa semuanya akan lebih baik.
Sebagai orang tua, pelajaran terbesar yang saya dapatkan hari ini adalah pentingnya bersabar dan selalu siap menghadapi kejutan. Anak-anak adalah anugerah, dan merawat mereka adalah tugas yang penuh tantangan, tapi juga penuh cinta.
***
Tips Menjaga Anak dari Batuk Pilek
- Jaga Kebersihan: Pastikan anak sering mencuci tangan dan menjaga kebersihan mainan mereka.
- Asupan Gizi Seimbang: Berikan makanan bergizi yang mengandung banyak vitamin, terutama vitamin C.
- Cukup Istirahat: Anak yang cukup tidur memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik.
- Hindari Kerumunan: Jika sedang musim flu, usahakan menghindari tempat yang ramai.
- Humidifier atau Uap Air Hangat: Ini membantu meredakan hidung tersumbat.
Begitulah cerita kami hari ini di RSIA Ummu Hani. Semoga pengalaman ini bisa menjadi pengingat untuk selalu menjaga kesehatan si kecil dan tidak ragu untuk mencari bantuan medis jika diperlukan. Untuk semua orang tua di luar sana, kalian luar biasa! 😊
Oh iya, ini saya dan anak saya yang sedang menunggu dokternya tadi.
Gabung dalam percakapan